Rabu, 31 Juli 2019

LABORATORIUM FARMAKOLOGI II AKADEMI FARMASI SANDI KARSA MAKASSAR


                                                         LABORATORIUM FARMAKOLOGI II

                                                         AKADEMI FARMASI SANDI KARSA
                                                                            MAKASSAR

                                                                         PERCOBAAN III
                                                                        "ANTI HISTAMIN"





                     OLEH :
KELOMPOK VI (ENAM)
KELAS II.B
FARMA                       NIM : F-17073
RESTI                          NIM : F-17085
MELATI                       NIM : F-17092
NURMALASARI          NIM : F-17083
NUR RAHMI                NIM : F-17060
SUCI RAMADHANI     NIM : F-17087

                                                      AKADEMI FARMASI SANDI KARSA
                                                                            MAKASSAR
                                                                                   2018







BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Farmakologi adalah ilmu yang mempelajari efek-efek dari senyawa kimia pada jaringan hidup (Lee, joycel. 1996).
Antihistamin adalah obat yang mengatakan histamin pada reseptor H1 sehingga disebut juga antagonis reseptor H1. Secara farmakologis, antihistamin dikatakan bekerja secara antagonis kompetitif yang reversible pada reseptor H1 sehingga dapat menghambat kerja stamin pada reseptor tersebut, tetapi tidak membeli pelepasan histamin (Staf pengajar Departemen farmakologi. 2008).
Antihistamin atau penghambat H1, bersaing dengan histamin untuk menduduki reseptor, sehingga menghambat respon histamin. Penghambat H1 disebut juga antagonis histamin. Ada dua tipe reseptor histamin, H1 dan H2, keduanya menyebabkan Respon yang berbeda. Bila H1 dirangsang, otot-otot yang melapisi rongga hidung, akan berkontraksi. Pada perangsang H2, terjadi peningkatan sekresi gastrik, yang menyebabkan terjadinya tukak lambung (Lee, Joyce L. 1996).
Farmakologi mempunyai keterkaitan khusus dengan Farmasi yaitu ilmu mengenai cara membuat, memformulasi, menyimpan, dan menyediakan obat ( farmakologi dan terapi. 2016).









B. Maksud, Tujuan, dan prinsip prinsip percobaan
1. Maksud percobaan
               Untuk mengetahui dan memahami efek pemberian obat antihistamin pada      
    hewan percobaan mencit (Mus musculus).
2. Tujuan percobaan
     a. Mengetahui efek dari pemberian obat antihistamin
     b. Mengetahui efek dari pemberian infusa daun jambu biji sebagai obat herbal
          antihistamin.
3. Prinsip percobaan
              Membuat suspensi obat Cetirizine dan na CMC sebagai kontrol positif dan
    infusa daun jambu biji dengan pemberian secara oral pada hewan uji mencit yang
    telah di induksi dan diamati efek antihistaminnya.













BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Ringkas
             Antihistamin adalah zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek histamin yang berlebihan di dalam tubuh, dengan jalan memblok reseptornya. Atas dasar jenis reseptor histamin, dibedakan 2 macam antihistaminika, yaitu :
1. Antihistaminika H1 (H1 blocker)
Zat ini menekan reseptor H1 dengan efek terhadap penciutan bronchi, usus dan uterus, terhadap ujung saraf dan untuk sebagian terhadap sistem pembuluh darah (vasodilatasi dan naiknya permeabilitas). Kebanyakan antihistamin termasuk kelompok ini.
Selain daya antihistaminika, obat-obat Ini kebanyakan memiliki khasiat lain yaitu antikolinergik, menekan dan beberapa di antaranya antiserotonin dan lokal anestesi. Berdasarkan efek tersebut, berdasarkan efek tersebut anti stiami nikah ini banyak digunakan untuk mengatasi bermacam-macam gangguan, antara lain asma yang bersifat alergi (Tim MGMP Pati. 2015).
2. Antihistaminika H2 (H2 blocker)
         Menekan reseptor H2 dengan Efi terhadap hipersekresi asam klorida dan untuk sebagian terhadap vasodilatasi dan turunannya tekanan darah. Obat yang termasuk golongan ini adalah Simetidin dan Ranitidin.



a. Penggolongan Antihistamin
         Menurut struktur kimianya antihistaminika dapat dibagi dalam beberapa kelompok :
1. Turunan etanol amin (X=O)
     Meliputi difenhidramin, dimenhidrinat, klorphenoksamin, carbinoxamin dan
     phenyltoloxamine. Kelompok ini memiliki daya kerja seperti atropin dan bekerja
     terhadap SSP (sedative).
2. Turunan etilendiamin (X=N)
     Di antaranya antazolin, tripelamin, klemizol dan Mepirin. Kelompok ini umumnya
     memiliki daya sedatif lemah.
3. Turunan propilamin (X=C)
     Diantaranya pheniramine, chlorpheniramine, brompheniramine dan triprolidine.
     Kelompok ini memiliki daya antihistaminika kuat.
4. Turunan piperazin
     Meliputi siklizin, meklozin, homoklorsiklizin, sinarizin, flunarizine, umumnya
     bersifat long acting.
5. Turunan Fenotizin
     Meliputi promethazine, Tuazinamidum, oxomemazine, Metdilazin. Efek antihistamin dan antikolinergik tidak begitu kuat, berdaya neuroleptik kuat sehingga digunakan pada keadaan psikologis karena juga berefek meredakan batuk, maka sering digunakan dalam obat batuk (TIM MGMP Pati. 2015).


6. Turunan trisiklik lainnya
     Meliputi siproheptadin, Azatadin, pizotofen. Mempunyai daya antiserotonin kuat      
     dan menstimulir nafsu makan, maka banyak digunakan untuk stimulan nafsu  
     makan.
7. Zat-zat non sedatif
     Yaitu terfenadin dan astemizol. Memiliki daya antihistaminika tanpa efek
     sedative.
8. Golongan sisa
     Yaitu mebhydroline, dimetinden, difenilpiralin (TIM MGMP Pati. 2015).










B. Uraian Bahan
     1. Air suling (FI edisi III hal 96)
         Nama resmi       : AQUA DESTILLATA
         Nama lain           : Aquades, air suling
         Rumus molekul : H2O
         Berat molekul    : 18,02
         Pemerian           : cairan jernih ; tidak berwarna ; tidak berbau ; tidak mempunyai
                                       rasa.
        Penyimpan         : Dalam wadah tertutup baik
        Kegunaan           : Pelarut

     2. Natrium Klorida (FI edisi III hal 403)
         Nama resmi       : NATRII CHLORIDUM
         Nama lain           : Natrium klorida
         Rumus molekul : NaCl
         Berat molekul    : 58,43
         Pemerian           : Hablur hexahedral tidak berwarna atau serbuk hablur putih ; tidak
                                       berbau rasa asin.
        Penyimpan         : Dalam wadah tertutup baik
        Kegunaan           : Penginduksi
C. Uraian Sampel
     1. Klasifikasi tanaman jambu biji
         Kingdom       : Plantae
         Divisi             : Spermatophyta
         Sub divisi     : Angiospermae
         Kelas            : Magrolioptida
         Ordo             : Myrtales
         Famili           : Myetaceae
         Genus          : Psidium
         Spesies       : Psidium guajava L.

Morfologi :
         Tumbuhan berbatang keras/kayu warna coklat muda, dikotom, daun bertangkai, bertulang daun menyirip, berbuah dengan kulit buah dan daging buah berwarna/putih. Biji buah kecil-kecil ( Sutrisna, EM. 2016)

2. Cetirizine
    Indikasi              : Meredakan gejala rhinitis alergi
    Kontra indikasi : Hipersensitivitas
    Dosis                 : Dewasa dan usia 12 tahun keatas : 1 tablet 1 kali sehari (ISO.2017).


D. Uraian hewan uji
    Klasifikasi mencit ( Mus musculus)
         Phylum          : Chirdata
         Sub phylum  : Vertebrata
         Class             : Mammalia
         Ordo              : Rodentia
         Famili            : Muridae
         Genus           : Mus
         Spesies        : Mus musculus

Morfologi :
         Mencit (Mus musculus L.) Memiliki ciri-ciri berupa bentuk tubuh kecil, berwarna putih, memiliki siklus estrus teratur yaitu 4 sampai 5 hari. Kondisi ruang untuk pemeliharaan mencit (Mus musculus L.) Harus senantiasa bersih, kering dan jauh dari kebisingan. Suhu ruang pemeliharaan juga harus dijaga kelestariannya antara 18-19°C serta kelembaban udara antara 30-70% (Akbar, budhi. 2010).







BAB III
METODE KERJA

A. Alat dan Bahan
    1. Alat yang digunakan
        Alat yang digunakan yaitu batang pengaduk, gelas kimia, gunting, kanula, penangas air, spoit, stopwatch dan timbangan.
   2. Bahan yang digunakan
        Bahan yang digunakan yaitu aquades (H2O), Cetirizine (C12H27C13N2O3), infusa daun jambu biji (psidium guajava), methylene blue, natrium klorida (NaCl), dan ovalbumin (putih telur).












B. Cara kerja
    1. Di siapkan alat dan bahan
    2. Dilakukan perlakuan pada hewan uji
    3. Dibuat infusa daun jambu biji 80% dan suspensi obat dengan na CMC 1%.
    4. Mencet disuntik dengan oral bumi sebanyak 0,05 mili sebagai penginduksi
ditambahkan NaCl.
   5. Disuntikkan metilen blue sebanyak 0,2 ml pada masing-masing mencit.
   6. Diberikan secara oral sampel obat, NaCl dan infusa daun jambu biji kepada masing-
       masing mencit.
   7. Diamati dengan interval waktu 5 menit selama 15 menit.
   8. Dicatat hasil pengamatan.









BAB IV
HASIL PENGAMATAN

A. Tabel hasil pengamatan
No.
Pengujian
Berat mencit
Waktu pengamatan
5 menit
10 menit
15 menit
1.
CMC 1% kontrol negatif
28,07 gram
Biru ringan
Biru terang
Biru gelap
2.
Infusa daun jambu biji 80%
29,81 gram
Berwarna biru terang
Sedikit berwarna biru
Sedikit berwarna biru
3.
Cetirizine kontrol positif
27,80 gram
Biru gelap
Biru terang
Tidak berwarna








BAB V
PEMBAHASAN

       Histamin dan serotonin didapatkan pada banyak jaringan, memiliki efek fisiologis dan patologis yang kompleks melalui berbagai tipe reseptor, dan seringkali dilepaskan setempat. Histamin bekerja dengan menduduki reseptor tertentu pada sel yang terdapat pada permukaan membran.
Antihistamin adalah zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek histamin yang berlebihan di dalam tubuh dengan jalan memblok reseptornya.
Dalam praktikum pertama-tama dibuat infusa daun jambu biji sebagai kontrol menggunakan penangas air, danina sensi 1 gram yang dilarutkan dalam 100 mili air panas serta suspensi obat cetirizin yang dihitung konversinya terlebih dahulu, selanjutnya dilakukan perlakuan pada hewan uji mencit, setelah dilakukan perlakuan disuntikkan 0,05 ml putih telur + NaCl pada subkutan untuk induksi pada masing-masing mencit. Mencit 1 sebagai kontrol negatif, mencet2 sebagai kontrol positif (obat), dan mencit 3 sebagai kontrol untuk tanaman herba, setelah diinduksi masing-masing diberikan metilen blue sebanyak 0,2 ml pada masing-masing menjadi berikan interval waktu selama 5 menit dan diberikan secara oral sampel obat, Na CMC dan infusa daun jambu biji. Diamati selama 15 menit.
Tujuan dari praktikum adalah untuk mengetahui efek antihistamin yang diberikan pada hewan uji, setelah diberikan penginduksi yang bertujuan untuk memberikan alergi pada hewan uji tersebut juga disusul dengan memberikan antihistamin untuk memiliki efek antihistamin tersebut pada hewan uji mencit.


Pada mencit 1 (kontrol negatif) diberikan NaCl 1% pada 5 menit tubuh mencit berwarna biru terang berarti alergi ringan selanjutnya pada menit 10 alergi masih ringan pada menit 15 berubah menjadi biru gelap alergi Barat atau semakin parah dan tidak mengandung antihistamin. Jadi alergi yang terjadi pada meja semakin parah.
Pada mencit 2 (kontrol positif) diberikan antihistamin Cetirizine pada 5 menit berwarna biru gelap yang berat alergi berat atau parah pada 10 menit biru terang alergi semakin ringan dan pada 15 menit tidak berwarna artinya sudut tidak mengalami alergi pada sampel obat-obatan sistem ini sangat bagus karena pada dasarnya mengandung vitamin AH1 sebagai anti alergi.
Pada mencit 3 (infusa daun jambu biji) diberikan kepada mencit pada waktu 5 menit warna biru terang alergi ringan dan pada menit 10 sedikit warna biru alergi ringan begitupun pada menit 15, sampel infused tidak memiliki efek yang baik karena seperti yang telah kita ketahui dalam satu tanaman herba banyak metabolisme sekunder zat aktif yang terkandung di dalamnya, tidak seperti obat kimia pada umumnya yang hanya memiliki satu zat aktif didalamnya.
Adapun faktor kesalahan yang terjadi pada saat praktikum yaitu :
1. Adanya kesalahan pada saat penimbangan bahan
2. Bahan yang digunakan sudah kadaluarsa
3. Alat yang digunakan tidak bersih
4. Adanya kontaminasiadanya kontaminasi




BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
             Dalam praktikum dapat disimpulkan bahwa sampel obat memiliki efek antihistamin yang baik, pada hewan uji mencit dibandingkan dengan infusa daun jambu biji dari na-cmc hal ini dikarenakan sampai obat tetes memiliki zat antihistamin dan infusa memiliki banyak zat yang terkandung di dalamnya dan bukan hanya satuan vitamin saja. Hal ini yang menyebabkan infusa daun jambu biji tidak begitu efektif dan pada Na CMC tidak memiliki efek antihistamin sama sekali.

B. Saran
              Bimbingan dari instruktur labolatorium masih sangat dibutuhkan, agar dalam praktikum kesalahan dapat dihindari.








DAFTAR PUSTAKA

Akbar Budi. 2010. Tumbuhan dengan kandungan senyawa aktif yang berpotensi   
          sebagai bahan antifertilitas. Jakarta : adabia press.
Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta : Dirjen POM
Gun Gunawan Sulistia. 2016. Farmakologi dan terapeutik. Jakarta : Universitas
         Indonesia.
Hoan Tjay, Tan dan Kirana rahardja. 2007. Obat-obat penting. Jakarta : PT Elex Media
         komputindo.
Kasim Fauzi. 2017. ISO. Jakarta : PT. ISFI
Lee, joycel L. 1996. Pendekatan proses keperawatan. Jakarta : EGC.
Michael Jackson. Neal. 2006. Farmakologi medis. Jakarta : Erlangga.
Staf pengajar Departemen farmakologi. 2008. Farmakologi. Jakarta : EGC.
Sutrisna, EM. 2016. Herbal medicine. Surakarta : Muhammadiyah University press.
Tim MGMP Pati. 2015. Farmakologi jilid III. Yogyakarta : Dee publish.





SKEMA KERJA

Di siapkan alat dan bahan
.
Dilakukan perlakuan pada hewan uji
 

Dibuat infusa daun jambu biji 80% dan suspensi obat dengan Na CMC 1%
 

Mencet disuntik dengan albumin sebanyak 0,05 ml sebagai penginduksi ditambahkan NaCl
 

Disuntikkan methylene blue sebanyak 0,2 ml pada masing-masing mencit
 

Diberikan secara oral sampel obat, Na CMC dan infusa daun jambu biji kepada masing-masing mencit.
 

Diamati dengan interval waktu 5 menit selama 15 menit
 

Dicatat hasil pengamatan







Jumat, 04 Januari 2019

"PEMERIAN SECARA PARENTERAL"

LABORATORIUM FARMAKOLOGI 1
AKADEMI FARMASI SANDI KARSA
MAKASSAR
         

 PERCOBAAN II
             
 "PEMERIAN SECARA PARENTERAL"






                     OLEH:


                NAMA KELOMPOK   
                  
         FARMA DAN MAYA ASTUTI
            
                                       
KELAS                                               : II.B
INSTRUKTUR LAB                          : FADHLI HAFID, Amd. Farm.
HARI/TANGGAL PERCOBAAN     : KAMIS/13 Desember 2018





AKADEMI FARMASI SANDI KARSA
MAKASSAR
2018







BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Obat didefinisikan sebagai senyawa yang digunakan untuk mencegah, mengobati  mendiagnosis penyakit/gangguan, atau menimbulkan suatu kondisi tertentu, misalnya membuat seseorang infertil, atau melumpuhkan otot rangka selama pembedahan (Gunawan, sulistia Gan. 2016).
Farmakologi atau ilmu khasiat obat adalah ilmu yang mempelajari pengetahuan obat dengan seluruh aspeknya, baik Sifat kimiawi maupun Fisikanya, kegiatan fisiologi, resorpsi dan nasibnya dalam organisme hidup (Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2007).
Pemberian obat secara parenteral (berarti "di luar usus") biasanya dipilih bila didinginkan efek yang cepat, kuat dan lengkap atau untuk obat yang merangsang atau dirusak getah lambung (hormon), atau tidak di resepsi usus ( streptomisin) (Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2007).
Umumnya rekayasa hewan digunakan untuk mengembangkan perlakuan medis baru untuk meningkatkan suplai makanan, dan dapat menghasilkan produk baru terkait dalam bidang kesehatan manusia. Hewan yang sering digunakan sebagai hewan penelitian biologi bidang kesehatan adalah mencit. Karena banyak memiliki kesamaan gen dan fisiologi yang sama dengan manusia (Nugroho, Endik Deni dan Dwi Anggorowati Rahayu.2017).
Farmakologi mempunyai keterkaitan khusus dengan farmasi, yaitu ilmu mengenai cara membuat, memformulasi, menyimpan, dan menyediakan (Gunawan, sulistia gan.2016).









B. Maksud percobaan
Untuk mengetahui dan memahami cara pemberian obat secara parenteral mengenai itu farmakologi yang lebih cepat dengan efek terapi pada hewan uji mencit (Mus musculus).

C. Tujuan percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah :
a. Mengetahui teknik cara pemberian parenteral terhadap hewan uji.
b. Mengetahui dengan tepat obat telah masuk ke dalam pembuluh atau Cite target injeksi       
    organ hewan uji

D. Prinsip percobaan
Prinsip dari percobaan ini adalah melakukan penanganan terhadap hewan uji. Menghitung dosis obat suntik yang akan diberikan terhadap hewan uji mencit berdasarkan berat badannya, selanjutnya diberikan obat ondansetron terhadap mencit melalui rute intramuskular, dan diberikan obat lidokain melalui rute interteritorial.












BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Ringkas
             Farmakologi atau ilmu khasiat obat adalah ilmu yang mempelajari pengetahuan      obat dengan seluruh aspeknya, baik Sifat kimiawi, maupun fisikanya, kegiatan fisiologi resorpsi dan nasibnya dalam organisme hidup. Untuk menyelidiki sama interaksi antara obat dalam tubuh manusia khususnya, serta penggunaan Pada pengobatan penyakit disebut farmakologi klinis (Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2007).
             Hewan penelitian yang akan dimanfaatkan hendaknya dipelihara dengan baik, termasuk kandang, makanan, air minum, transportasi, dan cara menanganinya sesuai tingkah laku dan kebutuhan biologis tiap spesies ( Hanafiah, M. Jusuf dan Amri Amir. 2008).
             Bentuk sediaan parenteral (di luar usus) dapat berupa larutan, suspensi, emulsi, dan serbuk steril dalam air atau minyak (Syamsuni, H. 2006).
             Keuntungan bentuk sediaan ini adalah terhindar dari perusakan obat atau inaktivasi dalam saluran gastrointestinal ; dapat digunakan bila obat sedikit diabsorpsi dalam saluran gastrointestinal sehingga obat tidak cukup untuk menimbulkan respon ; bila dikehendaki, dapat menghasilkan efek obat yang cepat (pada keadaan gawat) ; kadar obat yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan karena tidak ada atau sedikit sekali dosis obat yang berkurang ; dan dapat diberikan kepada penderita yang kesulitan menelan, misalnya karena muntah atau komah.
             Kerugian bentuk sediaan parenteral adalah efek toksik nya sulit dinetralkan bila terjadi kesalahan pemberian obat. Selain itu, harga obat nya lebih mahal daripada obat oral karena harus dibuat steril.
                     Untuk memperoleh efek yang lama atau kerja depo, bentuk sediaan dapat dibuat suspensi dalam minyak yang hanya dapat disuntikkan secara intramuskular (i.m), yaitu melalui otot ( Syamsuni, H. 2006).






Larutan parenteral/injeksi/injectiones
1. Larutan untuk anus larutan untuk anus (rektal)
        Lavement atau clysma atau enema adalah cairan yang pemakaiannya melalui rektum dan kolon yang gunanya untuk membersihkan atau menghasilkan efek terapi setempat atau sistemik. Enema  yang dipakai untuk membersihkan atau sebagai penolong pada sembelit atau pembersih feses yang mengeras sebelum operasi tidak boleh mengandung zat lendir. Larutan yang digunakan untuk enema pembersihan antara lain larutan NaCl isotonis, Na-bikarbonat 2%, sabun sabun, Mg- sulfat, dan lain-lain. Biasanya clysma ini diberikan sebanyak 100 sampai 200 ml. Selain untuk pembersihan, enema juga dipakai untuk pengobatan misalnya untuk efek karminatif (terpenting), astringensia ( tawas, tanin ), emolen ( minyak lemak atau minyak mineral ), diagnostik ( Ba-sulfat), sedatif ( khlorhidrat, luminal-Na, paraldehid ), antelmintik (quassiae, Tanin), dan lain-lain. Dalam hal ini, untuk mengurangi kerja obat yang bersifat merangsang terhadap usus, dipakai basis berlendir misalnya mucilago amyli. Farmakope Indonesia menyatakan dosis maksimum juga berlaku untuk pemakaian melalui rektum (A. Syamsuni. H. 2006).
        Pemberian obat secara parenteral merupakan salah satu rute pemberian obat dimaksudkan untuk mendapatkan efek farmakologi yang lebih cepat dengan efek terapi yang dikehendaki (Tim penyusun. 2018).
        Terminologi PARENTERAL " di luar usus" tidak mengalami suatu proses farmakokinetik dalam saluran pencernaan tetapi langsung ke dalam sirkulasi darah. Obat yang disuntikkan dengan cara parenteral adalah suatu yang disuntikkan melalui lubang jarum yang runcing ke dalam tubuh pada berbagai tempat dan dengan keadaan bermacam ke dalam (Tim penyusun. 2018).
a. Subkutan (hipodermal). Injeksi di bawah kulit dapat dilakukan hanya dengan obat yang tidak merangsang dan melarut baik dalam air atau minyak. Efeknya tidak secepat injeksi intramuskular atau intravena. Mudah dilakukan sendiri, misalnya insulin pada pasien penyakit gula.
b. Intrakutan ( =di dalam kulit ) : absorpsi sangat lambat, misalnya injeksi tuberculin dari mantoux.
c. Intramuskuler (i.m). Dengan injeksi di dalam otot, obat yang terlarut bekerja dalam waktu 10 sampai 30 menit. Guna memperlambat resepsi dengan maksud memperlambat dan derajat pula memperpanjang kerja obat, seringkali digunakan larutan atau suspensi dalam minyak, misalnya suspensi penisilin dan Hormon kelamin. Tempat injeksi umumnya dipilih pada otot bokong yang tidak memiliki banyak pembuluh dan saraf ( Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2007).





d. Intravena (i.v). Injeksi ke dalam pembuluh darah menghasilkan efek tercepat : dalam waktu 18 detik, tersebar ke seluruh jaringan. Tetapi, lama kerja obat biasanya hanya singkat. Cara ini digunakan untuk mencapai takaran yang tepat dan dapat dipercaya, atau efek yang sangat cepat dan kuat. Tidak untuk obat yang tak larut dalam air atau menimbulkan endapan dengan protein atau butiran darah.
  Bahaya injeksi intravena adalah dapat mengakibatkan tergantungnya sapolo widadara dengan reaksi hebat, karena dengan cara ini benda asing langsung dimasukkan ke dalam sirkulasi, misalnya tekanan darah mendadak turun dan timbulnya Shock. Bahaya ini lebih besar bila injeksi dilakukan terlalu cepat, sehingga kadar obat setempat dalam darah meningkat terlalu pesat. Oleh karena itu, setiap injeksi intravena sebaiknya dilakukan dengan amat perlahan, antara 50 dan 70 detik lamanya
  Info status intravena dengan obat sering kali dilakukan di rumah sakit pada keadaan darurat atau dengan obat yang cepat metabolisme dan isinya guna mencapai kadar plasma yang tetap tinggi. Infus tetes intravena dengan obat seringkali dilakukan di rumah sakit pada keadaan darurat atau dengan obat yang cepat metabolisme dan isinya guna mencapai kadar plasma yang tetap tinggi. Bahaya trombosis timbul bila infus dilakukan terlampau sering pada satu tempat.
e. Intra-arteri. Injeksi ke pembuluh nadi ada kalanya dilakukan untuk "membanjiri" suatu organ, misalnya hati, obat yang sangat cepat di in aktifkan atau terikat pada jaringan, misalnya obat kanker nitrogen mustard.
f. Intralumbal (antara ruas tulang belakang pinggang), intraperitoneal (ke dalam ruang selaput perut), intrapleural (selaput paru-paru), intrakardial (jantung) dan intraartikuler (ke celah-celah sendi) adalah beberapa cara injeksi lainnya untuk memasukkan obat langsung ke tempat yang diinginkan  ( Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2007).











B. Uraian Bahan
     1. Alkohol ( FI Edisi III hal 65 )
Nama resmi : AETHANOLUM
Nama lain : Etanol, Alkohol
Rumus molekul : C2H6OH
Berat molekul : 46,07
Pemerian                       : Cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap dan mudah bergerak ; bau khas ; rasa panas mudah terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak berasap.
Kelarutan                      : sangat mudah larut dalam air
Penyimpanan               : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan                     : Antiseptik










2. Aqua Pro Injectione ( FI Edisi III hal 97 )
Nama resmi : AQUA PRO INJECTIONE
Nama lain : Air untuk injeksi
Pemerian                        : keasaman-kebasaan ; Amonium ; besi ; tembaga ; timbal ; kalsium ; klorida ; nitrat ; sulfat ; zat teroksidasi memenuhi syarat yang tertera pada Aqua demineralisata
Penyimpanan                  : Dalam wadah tertutup kedap jika disimpan dalam wadah tertutup kapas berlemak harus digunakan dalam waktu 3 hari setelah pembuatan
Kegunaan   : Untuk pembuatan injeksi













C. Uraian Hewan Uji
     Klasifikasi mencit
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Mammalia
Ordo : Rodentia
Family : Muridae
Genus : Mus
Spesies : Mus musculus

Mencit ( Mus musculus ) memiliki ciri-ciri berupa bentuk tubuh kecil, berwarna putih, memiliki siklus estrus yaitu 4-5 hari. Kondisi ruang untuk pemeliharaan mencit (Mus musculus ) haruus senantiasa bersih, kering, dan jauh dari kebisingan. Suhu ruang pemeliharaan juga harus dijaga kisaranya antara 18-19o ( serta kelembaban udara antara 30-70%. ( Isnaeni, wiwi. 2006 )







D. Uraian Sampel
     1. Lidodex ( ISO hal 66 )
Komposisi : Lidokain Hcl 50 mg/ml
Indikasi : Anestetika local
Kontraindikasi : Hipotensi
Dosis : 1 amp maksimal 2 ml

2. Ondensetron ( ISO hal 427 )
Komposisi : Ondesetron amp 2 mg/ml
Indikasi                       : penanggulangan mual dan muntah kerena kemoterapi dan radioterapi serta operasi
Dosis                           : 8 mg sebagai dosis tunggal melalui injeksi intramuskular atau infus intravena sebelumpelaksanaan kemoterapi.








BAB III
METODE KERJA

A. Alat dan Bahan yang digunakan
1. Alat yang digunakan
             a. Erlenmeyer
             b.Gelas ukur
             c. Spoit 1 ml
             d. Timbangan

         2. Bahan yang digunakan
             a. Aqua Pro Injeksi
             b. Alkohol
             c. Kapas

          3. Sampel yang digunakan
              a. Obat lidocain
              b. Obat ondansetron
      c. Mencit ( Mus musculus )


B. Cara kerja
  1. Intramuscular
      a. Disiapkan alat dan bahan yang digunakan
      b. Ditimbang berat hewan Uji mencit yang akan diberi perlakuan.
      c. Di hitung dosis Aqua Pro injeksi yang akan diberikan sesuai berat badan hewan uji mencit.
      d. Dilakukan penyuntikan secara intramuskular pada bagian belakang hewan uji mencit
          dengan obat ondansetron.

    2. Intraperitonial
        a. Disiapkan alat dan bahan yang digunakan
        b. Ditimbang berat badan hewan uji mencit yang akan diberi perlakuan
        c. Di hitung dosis Aqua Pro injeksi yang akan diberikan sesuai berat badan hewan uji.
        d. Dilakukan penyuntikan secara intraperitoneal di sekitar rongga perut hewan uji dengan
            sudut kemiringan spuit kurang lebih 20 derajat menggunakan obat lidokain.
     










BAB IV
HASIL PENGAMATAN
IV.1 Tabel Hasil Pengamatan
a. Intramuscular


No

Hewan Uji

Berat Badan

Dosis



1.


Mencit I

24,9

0,002 ml


2.


Mencit II

18,7

0,001 ml








        b. Intraperitoneal


No

Hewan Uji

Berat Badan

Dosis



1.


Mencit III

23,8

0,007 ml


2.


Mencit IIII

28,1

0,008 ml










BAB V
PEMBAHASAN

Pemberian obat secara parenteral adalah pemberian obat dengan cara disuntikkan melalui lubang jarum yang runcing kedalam tubuh pada berbagai tempat dan dengan bermacam-macam kedalaman. Beberapa cara yang biasanya dipakai pada pemberian parenteral adalah melalui rute intramuscular, intravena, dan intraperitoneal.

Pada praktikum ini, kita menggunakan hewan uji mencit untuk percobaan pemberian secara parenteral, adapun sampel yang digunakan yaitu obat ondansetron dan pada ondansetron dan pada ondansetron dan pada ondansetron dan pada ondansetron dan pada rute intramuscular sedangkan lidocain untuk rute intraperitoneal.

Pada percobaan ini, dilakukan pemberian obat terhadap mencit yang menggunakan alat bantu yaitu spoit 1 ml. pertama-tama ditimbang masing-masing mencit untuk mengetahui berat badannya, kemudian dihitung dosis yang tepat untuk diberikan berdasarkan berat badannya. Adapun berat badan masing-masing mencit yaitu mencit I 24,9 gram, berat badan mencit II 18,1 gram, berat badan mencit III 23,8 gram, dab berat badan mencit IIII 28,1 gram.

Pada percobaan ini, pemberian parenteral dilakukan dengan du acara yaitu melalui rute intramuscular dan rute intraperitoneal.


Pada pemberian secara intramuscular, digunakan mencit I dan II yaitu dengan cara pertama-tama dicukur bulu mencit disekitar paha, kemudian dibersihkan dengan menggunakan alkohol lalu disuntikkan spoit yang berisi obat ondansetron pada paha bagian belakang mencit sebanyak 0,002 ml pada mencit I dan 0,001 ml pada mencit II. Setelah itu, dilepaskan mencit dan diamati aktivitas mencit.

Pada pemberian secara intraperitonial, dilakukan pada mencit III yaitu dengan cara pertama-tama dicukur bulu pada sekitar rongga perut mencit, lalu dibersihkan dengan alkohol kemudian disuntikkan spoit yang berisi obat lidocain pada sekitar rongga perut hewan uji mencit dengann kemiringan spoit ± 20 derajat sebanyak 0,007 ml pada mencit III dan 0,008 ml pada mencit IIII. Setelah itu dilepaskan mencit pada kandangnya.

Faktor kesalahan dalam praktikum yang dilakukan yaitu :
               1. Terjadi kesalahan saat perhitungan dosis pada mencit
               2. Kesalahan saat penimbangan berat badan mencit.









BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pada percobaan yang dilakukan pemberian obat secara parenteral dilakukan dengan menggunakan rute intramuskular dan rute intraperitoneal. Rute intramuskular dilakukan dengan menyuntikkan obat pada bagian paha bagian dalam pada mencit, sedangkan pada rute intraperitonial disuntikkan obat pada bagian rongga perut mencit dengan kemiringan 20 derajat.

       2. Pada pemberian secara intramuskular, digunakan obat ondansetron, sedangkan pada pemberian secara intraperitonial, digunakan obat lidocain.


B. Saran
     Kami sebagai praktikan mengharapkan agar bahan-bahan dilaboratorium dilengkapi, supaya praktikum dapat berjalan dengan baik.





DAFTAR PUSTAKA

A . Syamsuni,H . 2006 . Ilmu Resep  .  Jakarta :  EGC
Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.
Gunawan , Sulistia Gan . 2016  .  FARMAKOLOGI DAN TERAPI . Jakarta : Departemen Farmakologi Terapeutik Fakultas kedoteran . Universitas Indonesia
Hanafiah , M . Jusuf dan Amri Amir . 2008 . Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan . Jakarta : EGC
Isnaeni , Wiwi . 2006 . FISIOLOGI HEWAN . Yogyakarta : Kanisius
Nugroho , Endik Deni dan Dwi Anggorowati Rahayu . 2017 . PENGANTAR BIOTEKNOLOGI ( Teori dan Aplikasi ). Yogyakarta : Deepublish
Syamsuni , H . 2006 . Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi . Jakarta : EGC
Tim Penyusun . 2018 . KIMIA FARMASI 1 . Makassar : Akademi Farmasi Sandi Karsa.
Tjay , Tan Hoan dan Kirana Rahardja .2007 . OBAT-OBAT PENTING . Jakarta : PT ELEX Media Komputindo.







LAMPIRAN

Perhitungan

Dosis untuk mencit = dosis manusia × FK
        = 1 ML × 0,0026
 = 0,0026

Mencit I         = BBM × 0.0026 = 24,9 × 0.0026 = 0.002 ml
           BBS     25

Mencit II         = BBM × 0.0026 = 18,7 × 0.0026 = 0.001 ml
           BBS     25

Mencit III         = BBM × 0.0026= 23,8 × 0.0026 = 0.007 ml
           BBS    20

Mencit IIII         = BBM × 0.0026= 28,1 × 0.0026 = 0.008 ml
           BBS    20


SKEMA KERJA

Dipegang ujung ekor mencit dengan tangan kanan

Dibiarkan mencit menjagkau atau mencengkram alas yang kasar atau kawat kandang

Tangan kiri dan ibu jari dan jari telunjuk menjepit kulit tengkuknya se erat

Dipindahkan ekor jari tangan kanan

Dijepit antara jari kelingking dan jari manis dengan tangan kiri

Mencit siap diberi perlakuan





PERLAKUAN MENCIT

Ditimbang berat badan mencit

Diberi perlakuan pada mencit dengan pemberian parenteral menggunakan rute intramuscular

Ditimbang hewan uji mencit

                    Disuntikkan lidocaine menggunakan rute intraperitonial